Batuk merupakan salah satu keluhan medis yang paling
banyak terjadi dan menyebabkan pasien membeli obat batuk atau berobat ke
dokter. Penderita batuk sering mengkonsumsi obat batuk tanpa mempertimbangkan
mekanisme terjadinya batuk dan efek samping obat yang mungkin terjadi. Sebagian
pasien datang ke dokter dan minta resep obat yang sama dengan obat sebelumnya
untuk segera menghentikan batuknya, padahal batuk yang sekarang belum tentu
sama dengan batuk sebelumnya.
Ada juga yang memilih obat batuk berdasarkan
pengalaman orang lain yang terbukti sembuh, padahal penyebabnya bisa saja
berbeda. Sesungguhnya, batuk yang wajar bukanlah suatu penyakit, tetapi mekanisme pertahanan
tubuh pada sistem pernapasan untuk membebaskan saluran napas dari gangguan atau
benda asing yang masuk. Karenanya, kadang batuk justru diperlukan untuk
membuang segala sesuatu yang mengganggu saluran napas.
Tekanan, kecepatan dan
energi yang dihasilkan selama batuk yang kuat merupakan cara yang
efektif untuk membersihkan saluran nafas dari benda asing atau sekret yang
berlebihan. Sebaliknya batuk yang tidak efektif akan menyebabkan retensi sputum,
sumbatan saluran napas, atelektasis, infeksi dan bahkan gagal napas. Batuk akan
segera berhenti bila sekret atau benda asing telah keluar dari saluran napas,
sebaliknya akan berlangsung terus dan bahkan makin berat apabila masalahnya
belum teratasi. Apabila batuk berlangsung lama dan terus menerus maka akan sangat
mengganggu penderita dan bahkan bisa menimbulkan komplikasi pada paru, jantung,
pembuluh darah, otot, saluran kemih, saluran cerna, syaraf, mata, dan bisa
terjadi penurunan kualitas hidup.
Mekanisme batuk
Refleks batuk terdiri atas tiga bagian utama yaitu
komponen sensoris/reseptor, pusat kontrol dan komponen efektor. Reseptor batuk
sebagian besar tersebar di seluruh saluran napas dan sebagian kecil terletak di
liang telinga, pleura, diafragma, sinus paranasal, perikardium dan lambung.
Sensitivitas terjadinya batuk tergantung tempat dan tipe rangsangan. Makin ke
pangkal saluran napas makin sensitif terhadap rangsangan mekanis karena
reseptor mekanosensitif lebih tersebar di saluran napas besar atau pangkal,
sebaliknya makin ke ujung saluran napas main sensitif terhadap rangsangan kimia
karena reseptor kemosensitif lebih tersebar di saluran napas kecil. Batuk akan
timbul bila terdapat rangsangan pada reseptor batuk, kemudian melalui saraf
aferen, impuls diteruskan ke pusat batuk yang tersebar merata di medulla
oblongata. Selanjutnyya impuls dari pusat batuk, melalui saraf eferen,
diteruskan ke efektor batuk yaitu berbagai otot pernapasan.
Batuk kronik
Berdasarkan lamanya batuk terbagi menjadi tiga, yaitu batuk
akut (kurang dari 3 minggu), subakut (3-8 minggu) dan batuk kronik (lebih dari
8 minggu). Lamanya batuk tidak selalu mencerminkan jenis penyebabnya dan lebih
lama batuk tidak berarti penyakitnya lebih berat. Batuk akut dapat menetap
menjadi batuk subakut atau batuk kronik. Batuk seorang perokok sering dianggap tidak serius dan bahkan dianggap fenomena normal.
Meskipun tampaknya sama namun batuk kronik penyebabnya
bisa berbeda. Dari berbagai laporan penelitian ternyata penyebab batuk kronik
cukup banyak, diantaranya upper airway caugh
syndrome (UACS), asma, nonasthmatic eosinophilic bronchitis (NAEB),
gastroesophageal reflux disease (GERD),
bronkitis kronik, bronkiektasis, postinfectious
cough, pertusis, bronkiolitis, tuberkulosis,
tumor paru, ACE-inhibitor, habit/psychogenic cough, penyakit
paru interstisial, pascadialisis dan idiopathic
cough.
Seringkali seseorang dengan batuk kronis kita curigai TB
sebagai penyebabnya. Pemikiran demikian tidak salah karena kita tinggal di
negara endemik tuberkulosis. Namun penyebab batuk kronik lain selain TB juga
perlu dipertimbangkan sehingga terhindar dari kesalahan pengobatan. Apabila
foto dada normal, tidak ada riwayat merokok dan tidak ada riwayat konsumsi obat
darah tinggi golongan ACE-inhibitor, maka dari berbagai macam penyebab batuk
kronik tersebut, terdapat tiga penyebab utama yang paling sering terjadi.
Ketiganya adalah upper airway caugh
syndrome (UACS) dengan angka prevalensi 28-41%, selanjutnya asma dengan
angka prevalensi 24-33% dan terakhir gastroesophageal
reflux disease (GERD) dengan angka prevalensi 10-21%. Kali ini kita akan
bahas secara singkat ketiga penyebab utama batuk kronik tersebut.
Upper airway caugh syndrome (UACS)
Penyebab terbanyak batuk kronik ini dulu dikenal sebagai
postnasal drip syndrome (PNDS). Batuk
dicetuskan karena keadaan saluran napas atas (rhinosinus) yang tidak normal.
Berbagai keadaan rhinosinus yang
dapat menimbulkan batuk adalah rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, polip
nasal, derviasi septum, sinusitis bakterial, pascainfeksi virus, rhinitis
akibat iritan dan lain-lain. Tetesan sekret dari rongga hidung atau sinus
bagian belakang akan merangsang reseptor batuk di hipofaring atau laring.
Gejala yang sering ditemukan adalah postnasal
drip yaitu sensasi tetesan di belakang tenggorokan. Gejala lainnya adalah
pilek kronik, hidung mampet, suara serak dan mukus di tenggorokan. Pengobatan
yang biasanya diberikan adalah dekongestan untuk menghilangkan hidung tersumbat
dan antihistamin sebagai antialergi dan menghilangkan bersin. Bisa juga
ditambahkan antitusif untuk meredakan batuk dan analgetik untuk menghilangkan
rasa sakit dan menurunkan demam.
Asma atau cough variant asthma (CVA)
Gejala batuk disertai sesak dan mengi makin memperkuat
dugaan diagnosis asma. Yang jadi masalah adalah apabila hanya ada keluhan
batuk, sedang gejala sesak dan mengi minimal atau bahkan tidak ada. Keadaan
demikian disebut sebagai CVA. Pemeriksaan fisik dan spirometri bisa saja normal
sehingga untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan uji provokasi bronkus. Pengobatan
CVA sama dengan asma yaitu obat pelonggar napas dan kalau perlu kortikosteroid.
Penyakit lain yang mirip CVA adalah postviral atau postinfectious
cough. Batuk bersifat kering dan terus menerus serta ada riwayat ISPA yang
telah sembuh beberapa minggu yang lalu. Meskipun kondisi ini bukan asma namun
bisa muncul sesak dan mengi yang reversibel. Penyebabnya adalah infeksi virus
di saluran napas atas dapat memicu hipereaktivitas bronkus yang bersifat
sementara.
Gastroesophageal reflux disease (GERD)
Tidak ada gejala khas batuk kronik akibat GERD yang
dapat membedakan dengan batuk kronik lain. Batuk dapat bersifat kering atau
produktif. Batuk malam hanya ditemukan pada sebagian kecil penderita. Diduga
kuat GERD bila batuk kronik disertai gejala pencernaan seperti rasa panas di
dada yang sering terjadi tiap hari disertai sendawa. Walaupun tidak ada gejala
khas saluran cerna, pasien GERD akan membaik batuknya setelah diberi obat
antirefluks. Pengobatan yang diberikan berupa pengaturan diet, perubahan gaya
hidup (hindari alkohol, kafein, teofilin, merokok) dan obat antirefluks.
1 komentar:
Survive systems add A hundred and seventy, 230, 235
and as well , 265 Norwalk Blenders. Not only that, positive but
garden-fresh types for business types of nourishment and therefore assist the body in eliminating hostile to major tomato diseases with convalescing defenses drive.
Finally, since most costs three hundred dollars, clearly each
Cuisinart food processor or blender overhead better when compared with what your prized media original food
processor. should healthy.
Check out my web site - hand juicers australia
Posting Komentar