Lesi primer tuberkulosis (TB) awal hanya bisa dipelajari pada binatang percobaan, karena lesi awal pada manusia hampir tidak mungkin bisa didapatkan. Namun demikian urutan patogenesis TB pada manusia juga terjadi pada kelinci.
Fase I: Fase transmisi
Pada saat terjadi inhalasi, sebagian kecil kuman Mycobacterium tuberculosis akan mencapai bronkus respiratorius, sedang sebagian besar lainnya menempel pada epitel saluran napas atas yang selanjutnya akan dieliminasi melalui gerakan mukosilier. Kuman TB yang mencapai saluran napas distal tidak semuanya menyebabkan "infeksi". Pada keadaan normal (sebelum "infeksi" dimulai) hampir semua makrofag alveolar sudah teraktivasi secara nonspesifik. Pada keadaan tertentu, makrofag alveolar dapat menelan dan menghancurkan kuman TB sebelum kuman tersebut membelah.
Penghancuran kuman bergantung pada kekuatan makrofag alveolar, genetik dan virulensi kuman. Kuman virulen dalam makrofag alveolar yang relatif lemah akan mampu membelah dan mengawali penyakit sedang kuman lemah dalam makrofag alveolar yang kuat akan segera dihancurkan atau dihambat sebelum pembelahan kuman terjadi.
Fase II: Awal infeksi, proliferasi dan penyebaran
Fase ini disebut juga fase simbiosis yang terjadi antara 7-21 setelah infeksi. Kuman membelah secara
![]() |
Proliferasi kuman TB pada kelinci resisten dan rentan |
logaritmik dengan kecepatan yang sama baik pada kelinci yang resisten maupun rentan. Namun pada yang rentan lebih meningkat jika dibandingkan dengan resisten sebagaimana terlihat pada gambar sebelah.
Setelah kontak dengan kuman
maka membran plasma makrofag mengalami invaginasi dan kemudian membentuk
vakuola yang akan menyelimuti seluruh kuman seperti terlihat pada gambar di bawah. Vakuola akan membentuk fagolisosom setelah mengadakan fusi dengan lisosom yang
mengandung enzim hidrolitik (aktif dalam suasana asam). Akibatnya sel-sel kuman
akan dicerna dalam vakuola dan debris yang terbentuk akan disekresi dengan cara
eksositosis.
![]() |
Fagositosis kuman TB oleh makrofag alveolar |
Jika makrofag alveolar
gagal menghancurkan atau menghambat pertumbuhan kuman maka kuman di dalamnya
akan membelah sampai makrofag tersebut pecah. Kuman yang keluar akan ditelan
oleh makrofag alveolar lainnya dan oleh makrofag nonaktif seperti monosit yang
keluar dari aliran darah. Kedua tipe makrofag tersebut bergerak ke lokasi
karena pelepasan kuman, debris selular dan berbagai kemotaktik pejamu seperti
komponen komplemen 5a (C5a) dan sitokin monocyte
chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag imatur baru dari aliran darah dengan
cepat menelan kuman. Selanjutnya terjadi hubungan simbiosis, makrofag dan kuman
tidak saling menghancurkan. Makrofag yang baru belum teraktivasi sehingga tidak
menghambat atau menghancurkan kuman sedang kuman tidak menyerang makrofag
karena pada pejamu belum terjadi hipersensitiviti tipe-tuberkulin. Makin lama
semakin banyak makrofag dan kuman berkumpul di lesi.
Fase III: fase pembentukan respons imun
Selama beberapa hari atau
minggu awal infeksi TB primer, respons kompleks sedang disiapkan oleh pejamu.
Walaupun lekosit PMN telah aktif pada awal inflamasi namun mereka tidak bekerja
dengan baik. Respons humoral atau antibodi yang biasanya merupakan pusat
pertahanan terhadap bakteri patogen, peranannya bisa diabaikan dalam melawan
tuberkulosis. Namun demikian sistem komplemen ikut berperan pada tahap awal
fagositosis.
Setelah 4-8 minggu infeksi
akan dibentuk mekanisme pertahanan spesifik yaitu terjadi sensitisasi sel T
terhadap antigen spesifik. Mekanisme pertahanan spesifik pada tuberkulosis
ditandai dengan dimulainya respons cell-mediated
immunity (CMI) dan delayed-type
hipersensitivity (DTH) yang akan meningkatkan kemampuan pejamu untuk
menghambat atau mengeliminasi kuman. Respons CMI dan DTH merupakan fenomena
yang sangat erat hubungannya dan timbul akibat aktivasi sel T yang bersifat
spesifik. Kedua fenomena yang belum dapat dipisahkan tersebut terjadi melalui
mekanisme respons imun yang sama dan akan mengubah respons pejamu terhadap
pajanan antigen berikutnya.
Respons DTH ditandai dengan nekrosis perkijuan
akibat lisisnya sel-sel makrofag alveoli yang belum teraktivasi sedang respons
CMI timbul setelah makrofag alveoli teraktivasi sehingga menjadi sel epiteloid
matur. Pada binatang percobaan didapatkan bahwa kedua respons imun tersebut
terjadi pada pejamu yang rentan maupun resisten tetapi dengan derajat berbeda. Pada pejamu resisten didapatkan rasio sel-sel epiteloid terhadap nekrosis
perkijuan jauh lebih besar dibandingkan pejamu rentan.
Keseimbangan antara CMI dan
DTH akan menentukan bentuk penyakit yang akan berkembang. Respons CMI akan
mengaktifkan makrofag dan kuman dibunuh secara intraselular, sedang respons DTH
menyebabkan nekrosis perkijuan dan pertumbuhan kuman dihambat secara
ekstraselular. Keduanya merupakan respons imun yang sangat efektif menghambat
perjalanan penyakit. Untuk keberhasilan pengelolaan TB, diperlukan pengetahuan
tentang saling pengaruh antara kedua respons imun tersebut dan perubahan rasio
antara keduanya.
Kuman M.tb dalam makrofag
akan dipresentasikan ke sel Th1 melalui major
histocompatibility comples (MHC) kelas II.
Sel Th1 selanjutnya akan mensekresi IFN-g
yang akan mengaktifkan makrofag sehingga dapat menghancurkan kuman yang telah
difagosit. Jika kuman tetap hidup dan melepas antigennya ke sitoplasma maka
akan merangsang sel CD8 melalui MHC kelas I. Sel CD8 yang bersifat sitolitik
selanjutnya akan melisiskan makrofag. Tidak semua makrofag akan teraktivasi
oleh IFN-g
yang dihasilkan oleh Th1 sehingga sel-sel yang terlewat tersebut selanjutnya
akan dilisiskan melalui mekanisme DTH.
Respons DTH pada infeksi TB
ditandai dengan peningkatan sensitiviti makrofag tidak teraktivasi terhadap
efek toksik TNF-a.
Makrofag tidak teraktivasi tersebut merupakan tempat yang baik untuk
pertumbuhan kuman sehingga perlu dihancurkan untuk menghambat proliferasi kuman
lebih lanjut.
Lurie dan Dannenberg pada
tahun 1991 menyimpulkan bahwa sel yang datang ke tempat infeksi membentuk
lingkaran konsentrasi, sel yang datang lebih awal berkumpul di tengah sedang sel
berikutnya tersusun di sebelah luarnya. Pusat lingkaran tersusun atas debris
dari makrofag paling awal yang telah menelan kuman TB dan kemudian terbunuh
oleh proliferasi kuman tersebut. Setiap generasi makrofag yang tertarik ke lesi
secara berurutan akan makin kompeten sesuai dengan perkembangan respons imun.
Perkembangan infeksi
berhubungan dengan kemampuan makrofag sekitar lesi mengendalikan proliferasi
dan penyebaran kuman TB. Pada hampir semua pejamu normal, lesi primer dalam
paru akan membaik karena pengaruh pertahanan selular atau CMI. Pada sebagian
pejamu kemampuan meningkatkan respons imun lemah sehingga tidak mampu
mengendalikan TB. Pejamu tersebut secara klinis akan menderita TB beberapa
minggu sampai bulan sesudah infeksi primer. Termasuk dalam kelompok ini adalah
bayi (sistem imun imatur), usia lanjut (kompetensi imun merosot dengan
bertambahnya usia) dan immunocompromised
(khususnya orang dengan HIV atau AIDS.
Fase IV: Pencairan jaringan, pembentukan kavitas dan
proliferasi M. tuberculosis
Unsur utama respons imun
adalah kemampuan membatasi proliferasi atau daya tahan hidup kuman TB dalam
makrofag teraktivasi (proses CMI) dan kemampuan menghancurkan makrofag
inkompeten yang membiarkan kuman berkembang di dalamnya. Kuman dari makrofag
inkompeten yang telah hancur akan ditelan oleh makrofag generasi berikutnya
yang lebih imunokompeten (proses DTH).
Kedua proses tersebut memerlukan
dukungan sitokin, makrofag dan lekosit PMN. Sel-sel tersebut sebagian mati saat
berinteraksi dengan kuman, melepaskan banyak enzim proteolitik yang kuat. Enzim
tersebut juga memudahkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal. Kombinasi
faktor-faktor tersebut mengakibatkan proses pencairan lesi perkijuan,
menyediakan lingkungan dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan kuman TB.
Pencairan lesi perkijuan
merupakan tanda transisi interaksi antara pejamu dengan kuman. Sebelumnya kuman
dapat ditekan pertumbuhannya dalam lingkungan intraselular oleh pertahanan selular.
Dalam lingkungan debris cair, kuman TB untuk pertama kalinya membelah dengan
cepat dalam lingkungan ekstraselular. Sejalan dengan replikasi
kuman, terjadi inflamasi yang menghancurkan jaringan lokal. Kerusakan meluas
sampai struktur percabangan bronkus selanjutnya bahan cair keluar lewat saluran
napas meninggalkan ruang kosong yang disebut kavitas. Bahan cair bisa keluar
karena batuk, bisa juga menyebar ke bagian paru lain lewat percabangan bronkus.
5 komentar:
ada beberapa kepustakaan:
1. Dannenberg AM, Rook GAW. Pathogenesis of pulmonary tuberculosis: interplay of tissue-damaging and macrophage-activating imune responses, dual mechanism that control bacillary multiplication. In: Bloom BR. editor. Tuberculosis: pathogenesis, protection and control. Washington: ASM Press; 1994.p.459-84.
2. Iseman MD. Immunity and pathogenesis. In: A clinician’s guide to tuberculosis. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.p.63-96.
3. Schluger NW, Rom WN. The host immune response to tuberculosis-State of the art. Am J Respir Crit Care Med 1998; 157:679-91.
4. dll, mohon maaf lupa, udah cukup lama menulisnya.
Dok hasil rontgen katanua tb paru dd pneumonia, hasil bta positif 1.. gejala kerinfat banyak,ga dema, kurus, sesak napas, perokok, dahak pertama hitam, abis diobat dahaknya jadi biru, abis itu jadi kuning. Pas liat rontgennya kayak awan tebal gitu dok.. sebenernya ini tb paru ato pneumonia dok? Saya agak ragu sama rontgennya yg bilang dd pneumonia.. apa ini pneumonia? Tp hasil bta nya positif 1.
Yanagi: berdasarkan hasil foto dan informasi singkat yang Anda sampaikan, kesan saya Anda menderita TB paru saja ATAU TB paru dan pneumonia. Jika hanya TB paru pengobatan cukup obat anti TB selama minimal 6 bulan, bila menderita keduanya perlu minum obat TB ditambah anti biotik selama kira-kira 1 - 2 minggu.
Apakah bisa tb paru disertai pneumonia? saya kira tb paru gak bisa disatuin sama pneumonia..
Posting Komentar