Kebakaran hutan adalah keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi yang mudah terbakar di daerah yang luas. Nama lainnya adalah wildfire, bush fire, forest fire, grass fire, hill fire, peat fire, vegetation fire wildland fire, tergantung tipe vegetasi yang terbakar. Mungkin hanya Antartika yang belum pernah mengalami kebakaran hutan. Di Indonesia, kebakaran hutan dilaporkan pertama kali terjadi tahun 1982 pada sejumlah hutan muda (bekas tambang batubara) di Kalimantan. Hutan yang hangus akibat kebakaran seluas 3,6 juta hektar (tahun 1982 & 1983), 9,8 juta hektar (tahun 1997 & 1998) dan 13.328 hektar (tahun 2005).
Asap merupakan perpaduan karbondioksida, air, zat yang terdifusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap. Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi asap adalah jenis bahan pembakar, kelembaban udara, suhu api, keadaan angin dan variabel lain yang mempengaruhi cuaca. Jenis kayu dan tumbuhan yang tersusun selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin, dan tepung, akan membentuk campuran yang berbeda-beda saat terbakar.
Bagian penting dalam asap kebakaran yang memberikan efek jangka pendek (dari jam sampai minggu) adalah materi partikulat atau particulate matter (PM), yaitu partikel tersuspensi yang merupakan campuran partikel solid dan droplet cair. Pengaruh materi partikulat terhadap kesehatan tergantung pada sumber, musim, dan keadaan cuaca.
Berdasarkan diameternya, materi partikulat dibagi menjadi:
- Ukuran > 10 um biasanya tidak sampai ke paru, dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan.
- Partikel < 10 um dapat terinhalasi sampai ke paru
- Partikel kasar (coarse particles) berukuran 2,5-10 um
- Partikel halus (fine particle) berukuran diameter < 2,5 um
Partikel halus dapat terinhalasi ke dalam paru sehingga lebih berisiko mengganggu kesehatan dibandingkan partikel lebih besar. Partikel asap cenderung sangat kecil dengan ukuran hampir sama dengan panjang gelombang cahaya yang terlihat (0,4-0,7 um) sehingga mengganggu jarak pandang.
Polutan lain yang berbahaya adalah karbon monoksida (tidak berwarna, tidak berbau) yang dihasilkan dari pembakaran kayu atau material organik yang tidak sempurna. Kadar tertinggi karbon monoksida adalah saat smoderling, khususnya dekat api. Polutan udara lain yang dapat mengiritasi saluran pernapasan adalah akrolein, formaldehid, dan benzena.
Peningkatan kadar materi partikulat 10 um di udara berhubungan dengan:
Peningkatan kadar materi partikulat 10 um di udara berhubungan dengan:
- peningkatan berbagai keluhan pernapasan
- peningkatan kunjungan ke instalasi gawat darurat
- peningkatan rawat inap dan risiko kematian
- eksaserbasi akut asma dan penyakit paru obstruksi kronik
Asap menimbulkan iritasi mata, kulit dan gangguan saluran napas yang lebih berat, fungsi paru berkurang, bronkitis, eksaserbasi asma, dan kematian dini. Selain itu konsentrasi tinggi partikel yang mengiritasi saluran napas dapat menyebabkan batuk kronik, batuk berdahak, kesulitan bernapas dan radang paru. Materi partikulat juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan fisiologi melalui mekanisme terhirupnya benda asing ke dalam paru.
Meskipun efektifitasnya masih dipertanyakan, saat ini cara pencegahan yang banyak digunakan adalah pemakaian masker karena murah dan dapat disebarluaskan. National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah melakukan pengujian di Amerika Serikat dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu menyaring lebih dari 99% partikel silika berukuran 0,5 um. Beberapa badan kesehatan lain merekomendasikan masker yang baik yaitu yang mampu menyaring lebih dari 95% partikel berdiameter >0,3 um, biasanya diberi kode R95, N95, atau P95. Masker ini harus dipasang rapat sehingga udara tidak dapat lewat di sela-sela pinggiran masker dan wajah.
Sumber: CDK-189/ vol 39 no.1, 20
Sumber: CDK-189/ vol 39 no.1, 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar