Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan
oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat seperti
serat, debu, dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit
paru yang timbul tergantung pada jenis zat pajanan, tetapi manifestasi klinis
penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan
dengan kerja. Penyakit paru kerja ternyata merupakan penyebab utama
ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja dan kematian pada pekerja.
Penyakit paru kerja dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, salah
satunya adalah klasifikasi berdasarkan gejala klinis atau penyakit seperti
tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi penyakit paru kerja
Kelompok
Penyakit Utama
|
Agen
Penyebab
|
Gangguan jalan napas
Asma Kerja
Sensitisasi
Berat molekul kecil
Berat molekul besar
Irritant-induced, RADS
Bisinosis
Efek debu biji-bijian
Bronkitis kronik (PPOK)
Trauma inhalasi akut
Pneumonitis toksik
Demam asap metal
Demam asap polimer
Inhalasi rokok
Pneumonitis hipersensitif
Penyakit infeksi
Pneumokoniosis
Keganasan
Kanker sinonasal
Kanker paru
Mesotelioma
|
Diisosianat, anhidrida, debu kayu
Alergen asal binatang, lateks
Gas iritan
Debu kapas
Biji-bijian
Debu mineral, batubara
Gas iritan, metal
Oksida metal, seng, tembaga
Plastik
Hasil pembakaran
Bakteri, jamur, protein binatang
Tuberkulosis, virus, bakteri
Asbes, silika, batubara, berilium, kobal
Debu kayu
Asbes, radon
Asbes
|
KARAKTERISTIK PENYAKIT PARU KERJA
Terdapat beberapa karakteristik penyakit paru kerja yaitu:
- Penyakit paru kerja dan lingkungan mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab penyakit paru kerja atau lingkungan harus dievaluasi dan ditata laksana secara berkala.
- Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau kelainan, misalnya kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru atau saluran napas.
- Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan mungkin berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita penyakit kanker pada pekerja terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar dibandingkan pekerja yang terpajan asbestos atau rokok saja.
- Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang terkena penyakit atau beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan beratnya penyakit pada penderita yang mengalami toksisitas langsung nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia, asbestosis atau silikosis. Pada penyakit keganasan atau immune-mediated, dosis biasanya lebih berhubungan dengan insidens dibandingkan beratnya penyakit.
- Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu. Faktor pejamu yang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan masih belum banyak diketahui, tetapi diduga meliputi faktor genetik yang diturunkan maupun faktor yang didapat seperti diet, penyakit paru lain dan pajanan lainnya.
- Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya timbul setelah periode laten yang dapat diduga sebelumnya.
Untuk menentukan apakah penyakit paru disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan, harus ditentukan penyakitnya, ditentukan sifatnya, kemudian
ditentukan tingkat pajanan di tempat kerja atau lingkungan yang mungkin menjadi
penyebab. Beberapa kriteria yang digunakan
untuk menentukan bahwa suatu penyakit memang disebabkan oleh agen di
tempat kerja atau lingkungan, antara lain gejala klinis dan perkembangannya
sesuai dengan diagnosis, hubungan sebab akibat antara pajanan dan kondisi
diagnosis telah ditentukan sebelumnya atau diduga kuat berdasarkan kepustakaan
medis, epidemiologi atau toksikologi, terdapat pajanan yang diduga sebagai
penyebab penyakit serta tidak ditemukan diagnosis lain.
PENCEGAHAN
Pencegahan sangat penting dalam
bidang penyakit paru kerja. Dalam kaitan ini dikenal pencegahan primer,
sekunder dan tersier.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer artinya mengurangi faktor risiko sebelum terserang
penyakit. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain :
1. Ada
Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang masalah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Di Indonesia terdapat
berbagai macam Undang-undang dan Peraturan tentang hal tersebut antara lain.
- UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang
ini adalah sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di semua tempat kerja baik
di darat, dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang ini memuat tentang syarat-syarat
keselamatan kerja dan separuhnya (50%) merupakan syarat-syarat kesehatan kerja.
Pada pasal 8
disebutkan kewajiban untuk :
a. Memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja yang akan
diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan
diberikan kepada pekerja.
b. Memeriksakan
kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala (periodik ) pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan (disahkan) oleh Direktur.
- UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja
Pada Bab IV Pasal
9 dan 10 Undang-undang tersebut disebutkan : Setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan
moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama.
Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a. Norma
Keselamatan Kerja
b. Norma
Kesehatan Kerja
c. Norma
Kerja
d. Pemberian
ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.
Pasal ini
sebenarnya dapat dipakai untuk mempertahankan hak tenaga kerja yang terkena
penyakit. Pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha) wajib memberi perlindungan
bagi tenaga kerja, tidak boleh memberhentikan begitu saja dan juga wajib
memberi pengobatan serta upah yang menjadi hak mereka.
Dan masih banyak
lagi Undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
2. Substitusi.
Yang dimaksud di
sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya
atau kurang berbahaya. Sebagai contoh
adalah serat asbes yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan
mesotelioma, digantikan oleh serat buatan manusia. Contoh lain adalah debu
silika yang diganti dengan alumina.
3. Modifikasi
proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang aman.
4. Metode
basah.
Melakukan proses
produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga tidak menghasilkan debu
dengan kadar yang tinggi.
5. Mengisolasi
proses produksi.
Bila bahan yang
berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat dihindari dengan
mengisolasi proses produksi. Teknik ini telah digunakan dalam menangani bahan
radioaktif dan karsinogen, dan juga telah berhasil digunakan untuk mencegah
asma kerja akibat pemakaian isosianat dan enzim proteolitik.
6. Ventilasi
keluar.
Bila proses
isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih ada kemungkinan untuk
mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar ( exhaust ventilation ).
Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar debu di
industri batubara dan asbes.
7. Alat
Pelindung Diri ( APD ).
Alat pelindung
diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang terbaik adalah respirator.
Respirator adalah
suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan yang dihisap.
Ada 2 macam respirator, yaitu yang
half-face respirator, di sini
berfungsi hanya sebagai penyaring udara, dan
full-face respirator, yaitu sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata.
Pemakaian
respirator adalah usaha terakhir, bila usaha lain untuk mengurangi pajanan
tidak memberikan efek yang optimal. Untuk menggunakan respirator, seseorang
harus melalui evaluasi secara medis. Hal
ini penting karena respirator tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian
respirator dapat berakibat jantung dan
paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian respirator dapat menjadi tidak aman
bagi penderita asma, gangguan jantung atau orang yang mempunyai masalah dengan
saluran napasnya. Pelatihan bagi pekerja yang akan menggunakan respirator
sangat penting. Dengan pelatihan tersebut pekerja diberi pemahaman tentang
jenis respirator, cara memilih respirator
yang cocok, cara pemakaian serta cara perawatan agar tidak mudah rusak.
Pemakaian alat
pelindung diri mempunyai beberapa kelemahan :
-
Tergantung kepatuhan pekerja
-
Tidak 100% efisien
-
Memerlukan ketrampilan dan perawatan teratur
-
Disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari
masing-masing pemakai
-
Dapat mengganggu kemampuan melakukan pekerjaan
Pencegahan Sekunder
Adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi dini pajanan zat
yang dapat menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan berkala pada pekerja
yang terpajan zat yang berisiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan.
Pemeriksaan berkala dilakukan sejak tahun pertama bekerja dan seterusnya.
Surveilans medik adalah kegiatan yang
sangat mendasar, bertujuan untuk mendeteksi efek pajanan yang tidak
diinginkan sebelum menimbulkan gangguan fungsi pernapasan pekerja dan
selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk mencegah perburukan. Tanpa usaha-usaha tersebut, surveilans hanya
berperan mencatat besar angka kesakitan daripada pencegahan sekunder. Dalam
prakteknya pencegahan berdasarkan surveilans adalah untuk mencegah pajanan.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan
penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau diagnosis
telah ditegakkan, perlu secepat mungkin menghindarkan diri dari pajanan lebih
lanjut. Pajanan dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui
mempunyai efek sinergi terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok harus
dihentikan. Contoh lain pencegahan tersier adalah pencegahan terhadap penyakit
TB pada pekerja yang terpajan debu silika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar