1 Februari 2013

PENYAKIT PARU KERJA



Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja.  Berbagai penyakit paru  dapat terjadi akibat pajanan zat seperti serat, debu, dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat pajanan, tetapi manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan kerja. Penyakit paru kerja ternyata merupakan penyebab utama ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja dan kematian pada pekerja.


Penyakit paru kerja  dapat  diklasifikasikan dalam beberapa jenis, salah satunya adalah klasifikasi berdasarkan gejala klinis atau penyakit seperti tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi penyakit paru kerja

Kelompok Penyakit Utama
Agen Penyebab
 Iritasi saluran napas atas
Gangguan jalan napas
    Asma Kerja
        Sensitisasi
            Berat molekul kecil
            Berat molekul besar
        Irritant-induced, RADS
    Bisinosis
    Efek debu biji-bijian
    Bronkitis kronik (PPOK)
Trauma inhalasi akut
    Pneumonitis toksik
    Demam asap metal
    Demam asap polimer
    Inhalasi rokok
Pneumonitis hipersensitif
Penyakit infeksi
Pneumokoniosis
Keganasan
    Kanker sinonasal
    Kanker paru
Mesotelioma

 Gas iritan, pelarut



Diisosianat, anhidrida, debu kayu
Alergen asal binatang, lateks
Gas iritan
Debu kapas
Biji-bijian
Debu mineral, batubara
Gas iritan, metal
Oksida metal, seng, tembaga
Plastik
Hasil pembakaran
Bakteri, jamur, protein binatang

Tuberkulosis, virus, bakteri
Asbes, silika, batubara, berilium, kobal

Debu kayu
Asbes, radon
Asbes


KARAKTERISTIK PENYAKIT PARU KERJA
Terdapat beberapa karakteristik penyakit paru kerja yaitu:
  1.           Penyakit paru kerja dan lingkungan mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab penyakit paru kerja atau lingkungan harus dievaluasi dan ditata laksana secara berkala.
  2.        Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau kelainan, misalnya kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru atau saluran napas.
  3.         Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan mungkin berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita penyakit kanker pada pekerja terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar dibandingkan pekerja yang terpajan asbestos atau rokok saja.
  4.     Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang  terkena penyakit atau beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan beratnya penyakit pada penderita yang mengalami toksisitas langsung nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia, asbestosis atau silikosis.  Pada penyakit keganasan atau  immune-mediated, dosis biasanya lebih berhubungan dengan insidens dibandingkan beratnya penyakit.
  5.     Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu. Faktor pejamu yang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan masih belum banyak diketahui, tetapi diduga meliputi faktor genetik yang diturunkan maupun faktor yang didapat seperti diet, penyakit paru lain dan pajanan lainnya.
  6.      Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya  timbul setelah periode laten yang dapat diduga sebelumnya.

Untuk menentukan apakah penyakit paru disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan, harus ditentukan penyakitnya, ditentukan sifatnya, kemudian ditentukan tingkat pajanan di tempat kerja atau lingkungan yang mungkin menjadi penyebab. Beberapa kriteria yang digunakan  untuk menentukan bahwa suatu penyakit memang disebabkan oleh agen di tempat kerja atau lingkungan, antara lain gejala klinis dan perkembangannya sesuai dengan diagnosis, hubungan sebab akibat antara pajanan dan kondisi diagnosis telah ditentukan sebelumnya atau diduga kuat berdasarkan kepustakaan medis, epidemiologi atau toksikologi, terdapat pajanan yang diduga sebagai penyebab penyakit serta tidak ditemukan diagnosis lain.

PENCEGAHAN
Pencegahan sangat penting  dalam bidang penyakit paru kerja. Dalam kaitan ini dikenal pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer artinya mengurangi faktor risiko sebelum terserang penyakit.  Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1.     Ada Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja.  Di Indonesia terdapat berbagai macam Undang-undang dan Peraturan tentang hal tersebut antara lain.
-     UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini adalah sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang ini memuat tentang syarat-syarat keselamatan kerja dan separuhnya (50%) merupakan syarat-syarat kesehatan kerja.
Pada pasal 8 disebutkan kewajiban untuk :
a.   Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja.
b.  Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala (periodik  ) pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan (disahkan) oleh Direktur.
-         UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Pada Bab IV Pasal 9 dan 10 Undang-undang tersebut disebutkan : Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama. Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a.       Norma Keselamatan Kerja
b.      Norma Kesehatan Kerja
c.       Norma Kerja
d.      Pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.
Pasal ini sebenarnya dapat dipakai untuk mempertahankan hak tenaga kerja yang terkena penyakit. Pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha) wajib memberi perlindungan bagi tenaga kerja, tidak boleh memberhentikan begitu saja dan juga wajib memberi pengobatan serta upah yang menjadi hak mereka.
Dan masih banyak lagi Undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

2.       Substitusi.
Yang dimaksud di sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya.  Sebagai contoh adalah serat asbes yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan mesotelioma, digantikan oleh serat buatan manusia. Contoh lain adalah debu silika yang diganti dengan alumina.

3.       Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang aman.

4.       Metode basah.
Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.

5.       Mengisolasi proses produksi.
Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat dihindari dengan mengisolasi proses produksi. Teknik ini telah digunakan dalam menangani bahan radioaktif dan karsinogen, dan juga telah berhasil digunakan untuk mencegah asma kerja akibat pemakaian isosianat dan enzim proteolitik.

6.       Ventilasi keluar.
Bila proses isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih ada kemungkinan untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar ( exhaust ventilation ). Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar debu di industri batubara dan asbes.

7.       Alat Pelindung Diri ( APD ).
Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang terbaik adalah respirator.
Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu yang  half-face respirator,  di sini berfungsi hanya sebagai penyaring udara, dan  full-face respirator, yaitu sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata.
Pemakaian respirator adalah usaha terakhir, bila usaha lain untuk mengurangi pajanan tidak memberikan efek yang optimal. Untuk menggunakan respirator, seseorang harus  melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian respirator dapat berakibat  jantung dan paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian respirator dapat menjadi tidak aman bagi penderita asma, gangguan jantung atau orang yang mempunyai masalah dengan saluran napasnya. Pelatihan bagi pekerja yang akan menggunakan respirator sangat penting. Dengan pelatihan tersebut pekerja diberi pemahaman tentang jenis  respirator, cara memilih respirator yang cocok, cara pemakaian serta cara perawatan agar tidak mudah rusak.

Pemakaian alat pelindung diri mempunyai beberapa kelemahan :
-          Tergantung kepatuhan pekerja
-          Tidak 100% efisien
-          Memerlukan ketrampilan dan perawatan teratur
-          Disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari masing-masing pemakai
-          Dapat mengganggu kemampuan melakukan pekerjaan

Pencegahan Sekunder
Adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi dini pajanan zat yang dapat menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan zat yang berisiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan. Pemeriksaan berkala dilakukan sejak tahun pertama bekerja dan seterusnya.

Surveilans medik  adalah  kegiatan yang  sangat mendasar, bertujuan untuk mendeteksi efek pajanan yang tidak diinginkan sebelum menimbulkan gangguan fungsi pernapasan pekerja dan selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk mencegah perburukan.  Tanpa usaha-usaha tersebut, surveilans hanya berperan mencatat besar angka kesakitan daripada pencegahan sekunder. Dalam prakteknya pencegahan berdasarkan surveilans adalah untuk mencegah pajanan.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau diagnosis telah ditegakkan, perlu secepat mungkin menghindarkan diri dari pajanan lebih lanjut. Pajanan dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui mempunyai efek sinergi terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok harus dihentikan. Contoh lain pencegahan tersier adalah pencegahan terhadap penyakit TB pada pekerja yang terpajan debu silika.

Tidak ada komentar: