16 Februari 2013

JAMUR PARU


Penyakit paru yang disebabkan oleh infeksi jamur semakin banyak ditemukan seiring dengan meningkatnya keperdulian terhadap jamur paru dan teknik pemeriksaan yang semakin baik. Pemakaian antibiotik dalam pengobatan di satu sisi bermanfaat dalam terapi namun juga menimbulkan pertumbuhan jamur saprofit dalam tubuh manusia. Faktor predisposisi yang lain adalah pemakaian kortikosteroid lama,
TB paru dengan lesi kavitas, meningkatnya angka harapan hidup, penggunaan  obat imunosupresif dan sitostatika serta meningkatnya jumlah pasien HIV/ AIDS. Walaupun kasusnya relatif masih jarang bila dibandingkan infeksi bakteri atau virus, infeksi jamur penting karena dapat diobati dan keterlambatan terapi dapat berakibat fatal.

PATOGENESIS
Jamur terdapat di mana-mana dan pajanan terhadap saluran napas sulit dihindarkan sehingga paru merupakan salah satu target infeksi oleh jamur. Kelompok jamur oportunistik hanya menginfeksi pejamu dengan gangguan pada sistem imun atau terdapat faktor predisposisi. Pada keadaan normal spora jamur oportunistik sulit menginvasi mukosa saluran napas. Pada penderita dengan komorbid atau imunokompromised, spora yang terinhalasi dan berkolonisasi akan menginvasi jaringan paru dan berkembang sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan paru dan menimbulkan gejala klinis. Makrofag paru berfungsi membunuh jamur pada keadaan status imun yang baik, namun bila pertahanan makrofag gagal maka hifa yang berisi konidiofora dapat melepaskan spora. Hifa sebagai antigen akan mengaktivasi komplemen dalam serum, meningkatkan faktor kemotaktik, fagosit dan meningkatkan degranulasi neutrofil serta merangsang kerja sel T untuk membunuh jamur yang masuk. Imunitas nonspesifik dilakukan oleh natural killer cell sedang imunitas spesifik diperankan oleh sel T sitotoksik dalam menghancurkan jamur. Sistem pertahanan tubuh baik spesifik maupun nonspesifik tidak dapat berfungsi dengan baik pada individu yang mempunyai status imun buruk, seperti pemakaian kortikosteroid lama, diabetes mellitus dan usia lanjut.
Umumnya spora terinhalasi dan masuk ke saluran napas bawah kecuali kandidiasis dan sporotirokosis. Selanjutnya jamur dapat masuk dalam peredaran darah lalu menyebar secara limfogen ke dalam hilus dan mediastinum kemudian secara hematogen ke organ lain sehingga terjadi kelainan pada organ tersebut.

KLASIFIKASI
Secara umum jamur yang menginfeksi paru dibagi menjadi dua kelompok yaitu jamur pathogen (histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, parakoksidioidomikosis, spoorotrikosis dan kriptokokosis) dan jamur oportunistik (aspergilosis, mukormikosis dan kandidiasis).

GEJALA KLINIK
Gambaran klinis infeksi jamur paru bisa simtomatik atau asimpomastik. Pada yang simtomatik gejala dapat berupa batuk, batuk kronik dengan dahak mukoid atau purulen, batuk darah, kadang disertai sesak napas, nyeri dada dan demam  akut. Gambaran foto toraks dapat berupak infiltrat terlokalisis atau difus, konsolidasi, bentuk nodul, massa atau berbentuk fungus ball dan kadang dapat disertai kaviti atau adenopati hilus.

DIAGNOSIS
Diagnosis jamur paru umumnya didapatkan secara kebetulan atau terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap jamur. Specimen bahan pemeriksaan didapatkan dari sputum, cairan serebrospinal, bilasan bronchus, cairan BAL, transbronchial lung biopsy, transthoracal biopsy atau open lung biopsy.
Histoplasmosis primer sering tidak terdiagnosis. Pemeriksaan sputum langsung tidak terdapat gambaran yang pasti, berbeda bila pemeriksaan ini dilakukan pada blastinomikosis dan koksidiomikosis. Pemeriksaan sputum pada aspergilosis, kandidiasis dan kriptokokosis kurang memberikan manfaat. Uji serologi yang sering digunakan untuk pemeriksaan jamur paru adalah uji imunodifusi dan uji fiksasi komplemen.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan infeksi jamur sistemik saat ini masih mengandalkan amfoterisin-B sebagai obat terpilih untuk pengobatan jamur paru sejak diperkenalkan pada tahu 1955, mempunyai efektivitas tinggi tapi efek sampingnya serius. Obat lain yang juga diandalkan sebagai pilihan obat anti jamur sistemik adalah flusitosin dan golongan azole seperti flukonazol, itrakonazol dan ketokonazol. Obat tersebut menjadi pilihan karena pemberiannya secara oral dan toksisiti relatif kurang. Flukonazol bisa juga diberikan secara intravena.
Pada infeksi jamur sistemik yang berat dan mengancam jiwa, pemberian amfoterisin-B dianjurkan sebagai obat utama dan dilanjutkan dengan flukonazol atau itrakonazol. Penderita histoplasmosis bisa diberikan itrakonazol dengan dosis 200-400 mg/hari selama 2 – 6 minggu. Ketokonazol 400 mg/hari juga efektif untuk penderita tersebut disamping harganya yang relative lebih murah. Penderita yang tidak respons dengan terapi azol oral dapat diterapi dengan amfoterisin-B dengan dosis 2,5 mg/kgBB selama 12-16 minggu. Blastinomikosis dan koksidiomikosis bisa diberikan ketokonazol oral dengan dosis 400 mg/hari sebelum makan. Bila penderita koksidiomikosis disertai meningitis ringan bisa dberikan flukonazol 400 mg/hari.

Tidak ada komentar: