Spirometri dapat digunakan untuk
menilai gangguan faal paru yang dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu
gangguan restriksi dan gangguan obstruksi.
Restriksi
Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit dan volume paru mengecil. Volume statis paru mengecil yaitu KV (kapasitas vital), KPT (kapasitas paru total), VR (volume residu), VCE (volume cadangan ekspirasi) dan KRF (kapasitas residu fungsional).
Sebagai parameter pada spirometri diukur KV yang nilainya <80% nilai prediksi (Normal 80-120% sedangkan bila nilainya > 120% disebut over/hiperinflasi). VEP1/KVP nilainya masih di atas 75%.
Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit dan volume paru mengecil. Volume statis paru mengecil yaitu KV (kapasitas vital), KPT (kapasitas paru total), VR (volume residu), VCE (volume cadangan ekspirasi) dan KRF (kapasitas residu fungsional).
Sebagai parameter pada spirometri diukur KV yang nilainya <80% nilai prediksi (Normal 80-120% sedangkan bila nilainya > 120% disebut over/hiperinflasi). VEP1/KVP nilainya masih di atas 75%.
Kelainan restriksi paru dapat dijumpai pasda keadaan sebagai berikut:
1.
Kelainan parenkim paru: tumor paru, pneumonia,
abses paru, edema paru, atelektasis, kelainan fibrosis (misalnya TB paru,
pneumoconiosis, penyakit kolagen dan penyakit interstisial paru)
2.
Kelainan pleura: efusi pleura, pneumotoraks,
pleuritis sicca/schwarte dan tumor pleura
3.
Kelainan dinding dada: fraktur iga, obesitas,
pektus ekskavatus, skoliosis, kifosis, gibus.
4.
Kelainan neuromuscular: myasthenia gravis
5.
Kelainan
mediastinum: kardiomegali, tumor mediastinum, efusi pericardial
6.
Kelainan diafragma: hernia diafragma, parese
diafragma, asites, kehamilan
Obstruksi
Adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun funsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Kelainan ini dapat dideteksi dengan:
Adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun funsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Kelainan ini dapat dideteksi dengan:
- Pemeriksaan fisik: auskultasi dijumpai ekspirasi yang memanjang
- Spirometri: VEP1 <75%
- Pemeriksaan PFR (dengan peak flow meter) rendah
- Gambaran flow volume curve landai dan memanjang
- Volume statik paru (VR, KPT dan KRF) meningkat.
Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada kelainan:
- Kelainan intra luminer (lumen bronkus normal tetapi ada massa dalam lumen tersebut misalnya tumor, benda asing, secret dll)
- Lumen bronki yang menebal (asma, bronchitis kronis, perokok)
- Emfisema. Sebenarnya tidak ada obstruksi, tetapi jaringan penyangga berkurang maka saluran napas menjadi mudah kolaps. Makin kuat menderita melakukan ekspirasi lumen akan semakin menyempit. Pada emfisema, alveolus saling bergabung sehingga terjadi obstruksi relative karena udara dalam alveoli yang menjadi besar harus keluar saluran napas yang kalibernya tetap (fenomena sedotan minum).
UJI BRONKODILATOR
Pemeriksaan spirometri sering
dilakukan sebelum dan sesudah inhalasi bronkodilator untuk mengevaluasi fungsi
faal paru. Bronkodilator yang digunakan golongan beta-2 agonis (albuterol,
metaproterenol, dll) dengan menggunakan MDI (metered dose inhaler) dengan
spaser atau menggunakan nebulizer. Pengobatan
bronkodilator harus dihentikan sebelum pemeriksaan, misalnya inhalasi beta-2
agonis minimal 6-8 jam sebelum pemeriksaan, teofilin short acting 12 jam
sebelumnya dan teofilin long acting 24 jam sebelumnya.
Respons positif terhadap inhalasi
bronkodilator adalah terdapat perubahan KVP dan/atau VEP1 minimal 12% atau 200
ml setelah inhalasi bronkodilator. Respons positif dapat pula dinilai dengan terdapatnya penurunan
volume air trapping, KRF atau VR.
Cara lain untuk mengevaluasi respons terhadap inhalasi bronkodilator adalah
dengan membandingkan flow-volume curve
sebelum dan sesudah inhalasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar