26 Juni 2013

TB LATEN, diagnosis

Infeksi TB laten adalah suatu keadaan seorang terinfeksi TB namun tidak didapatkan bukti klinis maupun mikrobiologis sakit TB. Diagnosis dan penatalaksanaan TB laten merupakan salah satu tantangan pemberantasan TB karena tidak ada bukti klinis dan mikrobiologis,
namun pada populasi  dengan TB laten, 10% akan berkembang menjadi TB aktif. Seseorang dengan TB laten, risiko menjadi TB aktif lebih tinggi apabila terjadi perubahan secara klinis, epidemiologis atau gambaran radiologis. Satu-satunya metode yang digunakan secara luas untuk menilai infeksi TB laten adalah uji tuberkulin atau sering dikenal sebagai mantoux test.

Uji tuberkulin telah digunakan sekitar 1 abad untuk diagnosis infeksi TB dengan cara mengukur respons hipersensiiviti tipe lambat 48-72 jam setelah suntikan intradermal PPD (test Mantoux). Uji tuberkulin untuk diagnosis imunologik terhadap infeksi M.tb  mempunyai banyak keterbatasan. Uji ini membutuhkan 2 kali kunjungan pasien, ketrampilan petugas untuk melakukan uji dan pembacaan. Selain itu juga tidak mampu memisahkan infeksi TB laten dengan vaksinasi BCG atau infeksi oleh kuman MOTT (Mycobacterium other than tuberculosis).

Reaksi tuberkulin merupakan reaksi hipersensitiviti tipe lambat (DTH) berupa indurasi di tempat suntikan pada pejamu yang tersensitisasi. Delayed-type hipersensitivity (disebut juga hipersensitiviti tipe IV) merupakan sistem imun yang fungsinya berdasarkan imuniti selular. Sesuai dengan namanya, DTH merupakan reaksi selular tipe lambat terhadap antigen yang terlokalisir, biasanya kulit. Individu yang pernah terpajan TB atau pernah menerima vaksinasi BCG akan terbentuk reaksi indurasi eritematous yang khas pada kulit apabila disuntikkan secara intrakutan sejumlah kecil PPD tuberkulin. Individu yang belum pernah terpajan tuberkulin tidak akan memberikan reaksi meskipun disuntikkan secara lokal PPD dengan dosis tinggi. Ini memberi kesan bahwa DTH adalah respons sekunder. Pajanan pertama antigen tidak menyebabkan timbulnya reaksi DTH

Dalam sepuluh tahun terakhir mulai dikembangkan pemeriksaan baru secara invitro yaitu memeriksa kadar IFN-γ dalam darah (Interferon gamma release assays/IGRAs). Pemeriksaan invitro ini awalnya diteliti di peternakan sapi, berdasarkan inkubasi darah dengan PPD, selanjutnya dilakukan pemeriksaan imunologi IFN-g yang dilepaskan sel T sebagai reaksi terhadap PPD. Pemeriksaan darah invitro ini akan menghindari kunjungan kedua untuk menilai hasil uji tuberkulin dan reaksi kulit. Kelebihan lain (dengan antigen RD1) adalah kemampuannya untuk membedakan antara reaktiviti terhadap M.tb dengan MOTT. Telah diketahui MOTT merupakan penyebab positif palsu hasil uji tuberkulin.




Tidak ada komentar: