Infeksi TB laten adalah
suatu keadaan seorang terinfeksi TB namun tidak didapatkan bukti klinis maupun
mikrobiologis sakit TB. Diagnosis dan penatalaksanaan TB laten merupakan salah satu tantangan pemberantasan TB karena tidak ada bukti klinis dan mikrobiologis,
namun pada populasi dengan TB laten, 10% akan berkembang menjadi
TB aktif. Seseorang dengan TB laten, risiko menjadi TB aktif lebih tinggi apabila terjadi perubahan secara klinis, epidemiologis atau
gambaran radiologis. Satu-satunya metode yang digunakan secara luas untuk menilai infeksi TB laten adalah uji tuberkulin atau sering dikenal sebagai mantoux test.
Uji tuberkulin telah
digunakan sekitar 1 abad untuk diagnosis infeksi TB dengan cara mengukur
respons hipersensiiviti tipe lambat 48-72 jam setelah suntikan intradermal PPD (test Mantoux). Uji tuberkulin untuk
diagnosis imunologik terhadap infeksi M.tb
mempunyai banyak keterbatasan. Uji
ini membutuhkan 2 kali kunjungan pasien, ketrampilan petugas untuk melakukan
uji dan pembacaan. Selain itu juga tidak mampu memisahkan infeksi TB laten
dengan vaksinasi BCG atau infeksi oleh kuman MOTT (Mycobacterium other than tuberculosis).
Reaksi tuberkulin merupakan reaksi hipersensitiviti
tipe lambat (DTH) berupa indurasi di tempat suntikan pada pejamu yang
tersensitisasi. Delayed-type
hipersensitivity (disebut juga hipersensitiviti tipe IV) merupakan sistem
imun yang fungsinya berdasarkan imuniti selular. Sesuai dengan namanya, DTH
merupakan reaksi selular tipe lambat terhadap antigen yang terlokalisir,
biasanya kulit. Individu yang pernah terpajan TB atau pernah menerima vaksinasi
BCG akan terbentuk reaksi indurasi eritematous yang khas pada kulit apabila
disuntikkan secara intrakutan sejumlah kecil PPD tuberkulin. Individu yang
belum pernah terpajan tuberkulin tidak akan memberikan reaksi meskipun
disuntikkan secara lokal PPD dengan dosis tinggi. Ini memberi kesan bahwa DTH
adalah respons sekunder. Pajanan pertama antigen tidak menyebabkan timbulnya
reaksi DTH
Dalam sepuluh tahun terakhir mulai dikembangkan pemeriksaan baru secara invitro yaitu memeriksa kadar IFN-γ dalam darah (Interferon gamma release assays/IGRAs). Pemeriksaan invitro ini
awalnya diteliti di peternakan sapi, berdasarkan inkubasi darah dengan PPD,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan imunologi IFN-g yang dilepaskan sel
T sebagai reaksi terhadap PPD. Pemeriksaan darah invitro ini akan menghindari kunjungan kedua untuk menilai hasil
uji tuberkulin dan reaksi kulit. Kelebihan lain (dengan antigen RD1) adalah
kemampuannya untuk membedakan antara reaktiviti terhadap M.tb dengan MOTT. Telah diketahui MOTT merupakan penyebab positif
palsu hasil uji tuberkulin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar