Tekanan atmosfer dan tekanan
oksigen inspirasi akan menurun secara linear menjadi 50% dari nilai permukaan laut
pada ketinggian 5000 meter dan hanya 30% pada ketinggian 8900 meter. Seiring
dengan penurunan pO2, tubuh akan mengkompensasinya dengan
meningkatkan ventilasi. Hipoksia juga akan menyebabkan vasokonstriksi pulmoner
yang selanjutnya mengakibatkan hipertensi pulmoner dan high altitude pulmonary oedema (HAPE).
EFEK FISIOLOGI PARU TERHADAP
KETINGGIAN
Ventilasi
Respons ventilasi merupakan keadaan fisiologis (normal) yang terjadi akibat ketinggian. Peningkatan ventilasi terjadi bila tekanan oksigen inspirasi menurun sampai kira-kira 13,3 kPa (kilopascal) atau pada ketinggian 3000 meter dan tekanan oksigen dalam alveoli sebesar 8 kPa. Peningkatan ventilasi merupakan merupakan akibat perangsangan hipoksia pada badan carotid yang responsnya berbeda pada setiap individu. Ablasi badan carotid pada binatang percobaan menyebabkan respons ventilasi terhadap hipoksia menghilang. Hipoksia akut menyebabkan peningkatan ventilasi dan setelah 15 menit terjadi pengurangan hiperventilasi sekitar 25-30%.
Respons ventilasi merupakan keadaan fisiologis (normal) yang terjadi akibat ketinggian. Peningkatan ventilasi terjadi bila tekanan oksigen inspirasi menurun sampai kira-kira 13,3 kPa (kilopascal) atau pada ketinggian 3000 meter dan tekanan oksigen dalam alveoli sebesar 8 kPa. Peningkatan ventilasi merupakan merupakan akibat perangsangan hipoksia pada badan carotid yang responsnya berbeda pada setiap individu. Ablasi badan carotid pada binatang percobaan menyebabkan respons ventilasi terhadap hipoksia menghilang. Hipoksia akut menyebabkan peningkatan ventilasi dan setelah 15 menit terjadi pengurangan hiperventilasi sekitar 25-30%.
Aliran darah pulmoner
Hiperventilasi karena ketinggian akan diikuti peningkatan curah
jantung, frekuensi jantung dan tekanan darah sistemik. Efek ini diakibatkan
oleh perangsangan simpatis sistem kardiovaskuler yang menyebabkan perangsangan
kemoreseptor arteri dan peningkatan inflasi paru. Peningkatan curah jantung,
vasokonstriksi hipoksik pulmoner dan rangsangan saraf simpatis pembuluh darah
menyebabkan peningkatan rerata tekanan arteri pulmoner yang selanjutnya dapat
mengakibatkan hipertensi pulmoner dan peningkatan kerja ventrikel kanan.
Difusi
Penurunan tekanan parsial oksigen dalan udara inspirasi menyebabkan penurunan tekanan oksigen kapiler alveolar. Banyaknya oksigen yang berdifusi ke dalam darah tergantung waktu sel darah merah melewati kapiler paru, biasanya membutuhkan waktu 0,25 detik pada permukaan laut. Keseimbangan oksigen yang adekuat tidak terjadi pada ketinggian walaupun waktu melewati kapiler paru menjadi 0,75 detik. Peningkatan kapasitas difusi terjadi pada penduduk yang tinggal di ketinggian, seperti yang terlihat pada anak-anak di pegunungan Andes. Peningkatan kapasitas difusi sebagian besar disebabkan peningkatan peningkatan volume darah kapiler sehingga terjadi pelebaran kapiler dan peningkatan luas permukaan difusi oksigen.
Penurunan tekanan parsial oksigen dalan udara inspirasi menyebabkan penurunan tekanan oksigen kapiler alveolar. Banyaknya oksigen yang berdifusi ke dalam darah tergantung waktu sel darah merah melewati kapiler paru, biasanya membutuhkan waktu 0,25 detik pada permukaan laut. Keseimbangan oksigen yang adekuat tidak terjadi pada ketinggian walaupun waktu melewati kapiler paru menjadi 0,75 detik. Peningkatan kapasitas difusi terjadi pada penduduk yang tinggal di ketinggian, seperti yang terlihat pada anak-anak di pegunungan Andes. Peningkatan kapasitas difusi sebagian besar disebabkan peningkatan peningkatan volume darah kapiler sehingga terjadi pelebaran kapiler dan peningkatan luas permukaan difusi oksigen.
Efek hematologi.
Kadar hemoglobin meningkat pada hari pertama sampai kedua pendakian
dan terus meningkat sampai beberapa minggu akibat peningkatan viskositas darah.
Selanjutnya hipoksia akan merangsang apparatus
juxtaglomerular ginjal memproduksi eritropoetin sehingga produksi hemoglobin
meningkat, hasilnya kandungan oksigen meningkat.
Pernapasan periodic
Pendaki yang tidur pada ketinggian di atas 3000 meter umumnya
mengalami pernapasan periodic, yaitu periode hiperpnea kemudian diikuti apnea
selama 3-10 detik. Selama periode apnea, individu sering merasa lelah dan
terbangun karena perasaan seperti tercekik. Pernapasan periodic dapat berkurang
pada aklimatisasi dan akan hilang bila turun dari ketinggian.
HIGH ALTITUDE PULMONARY OEDEMA
(HAPE)
HAPE merupakan penyebab tersering kematian akibat
ketinggian. Angka kematian HAPE tanpa penanganan bisa 50% namun dengan
penanganan yang baik angka kematian bisa ditekan sampai di bawah 3%. Kejadian
HAPE berhubungan dengan kecepatan pendakian, ketinggian yang dicapai, udara
dingin dan kerentanan individu. Individu dengan riwayat HAPE sebelumnya mempunyai risiko lebih besar untuk terkena
kembali. HAPE sering terjadi pada pendaki berusia muda yang mendaki dengan
cepat pada ketinggian lebih dari 2500 meter. Faktor genetik juga
berperan sebagai predisposisi terjadinya HAPE dengan ditemukannya alel HLA-DR6
dan HLA-DQ4 pada subjek dengan riwayat HAPE. HAPE biasanya terjadi pada hari
kedua sampai keempat pendakian, paling sering malam kedua dan mempunyai ciri
khas perburukan pada malam hari.
Diagnosis ditegakkan bila
terdapat minimal dua tanda dan gejala berikut:
·
Gejala: penurunan tampilan (performance),
kelelahan, rasa lemah, batuk kering, dispnea saat istirahat, rasa berat di dada
·
Tanda: ronki pada lobus tengah dan basal paru, mengi, sianosis sentral,
takikardi, demam (>38,5 0C), ortopnea, sputum kemerahan dan berbusa bila kondisi memberat.
EKG memperlihatkan sinus
takikardi, deviasi aksis ke kanan, elevasi segmen ST dan gelombang P abnormal.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia berat
(PaO2 30-40 mmHg) dan alkalosis respiratorik.
Patofisiologi HAPE berhubungan dengan hipertensi pulmoner dan
peningkatan tekanan kapiler akibat vasokonstriksi hipoksik pulmoner. Kedua
mekanisme tersebut terjadi karena aktivitas berlebihan saraf simpatis,
disfungsi endotel dan hipoksemia berat akibat buruknya respons pernapasan
terhadap hipoksia. Peningkatan tekanan kapiler akibat vasokonstriksi hipoksik
pulmoner yang tidak merata menyebabkan kerusakan dinding kapiler paru karena
tekanan yang sangat tinggi. Kerusakan tersebut dianggap sebagai penyebab
ekstravasasi plasma dan sel ke rongga alveolar. Mekanisme lain yang mungkin
berperan adalah inflamasi, meskipun bukan sebagai penyebab utama.
Penatalaksanaan HAPE tergantung beratnya penyakit dan keadaan
lingkungan. Semakin cepat didiagnosis semakin mudah ditangani. Pada daerah
ketinggian, oksigen dan peralatan medic jarang tersedia, penanganan paling baik
adalah turun secepat mungkin. Bila HAPE cepat terdiagnosis, perbaikan segera
terlihat pada penurunan 500 – 1000 meter dan penderita dapat mendaki lagi 2
atau 3 hari kemudian. Oksigen atau ruang hiperbarik dapat segera meningkatkan
saturasi oksigen, menurunkan tekanan arteri pulmoner, frekuensi jantung,
frekuensi napas dan gejala lain. Oksigen diberikan 2-4 liter/menit menggunakan
kanula atau masker hidung.
Kedinginan dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmoner sehingga penting membuat pasien tetap hangat.
Penggunaan masker bertekanan positif dapat meningkatkan oksigenasi pada
penderita HAPE walaupun efikasinya belum dievaluasi. Tirah baring dan
suplementasi oksigen cukup untuk HAPE ringan sampai sedang. Perbaikan
menyeluruh edema terjadi setelah pemberian suplemen oksigen selama 24-72 jam.
Pemberian vasodilator seperti
golongan kalsium antagonis (Nifedipin) menurunkan tekanan arteri pulmoner dan
tahanan vaskuler paru serta memperbaiki oksigenasi. Nifedipin diberikan dengan
dosis awal 10 mg (oral) selanjutnya 10 mg tiap 4 jam. Setelah penderita stabil
diteruskan dengan formula lepas lambat 20-30 mg peroral setiap 8 atau 12 jam.
Inhalasi beta agonis (misalnya salmeterol) mungkin berguna untuk pencegahan dan
pengobatan HAPE. Beta agonis dapat meningkatkan bersihan cairan dari ruang
alveolar dan menurunkan tekanan arteri pulmoner.
Pencegahan
Pendakian dengan cepat merupakan faktor penting yang mempengaruhi terjadinya HAPE sehingga diperlukan tahapan dalam mendaki untuk menghindari risiko. Hindari mendaki pada malam hari lebih dari 3000 meter dan istirahat 2 malam sebelum pendakian selanjutnya.
Pendakian dengan cepat merupakan faktor penting yang mempengaruhi terjadinya HAPE sehingga diperlukan tahapan dalam mendaki untuk menghindari risiko. Hindari mendaki pada malam hari lebih dari 3000 meter dan istirahat 2 malam sebelum pendakian selanjutnya.
Nifedipin dapat diberikan pada
pendaki dengan riwayat HAPE sebelumnya dengan dosis 20 mg/8 jam. Azetazolamid
250 mg peroral dapat diberikan 1 atau 2 hari sebelum pendakian untuk
menstimulasi pernapasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat selama
pernapasan periodik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar