29 Mei 2013

ASMA, bolehkan menjalani pembedahan?

Penatalaksanaan asma jangka panjang sebaiknya berpedoman pada guideline yang telah dipublikasikan seperti GINA atau pedoman yang dikeluarkan oleh PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Pada kondisi tertentu seperti kehamilan, puasa, atau menjalani tindakan bedah, perlu perhatian khusus atau bila perlu ada perubahan penatalaksanaan dari yang sudah digariskan dalam pedoman penatalaksanaan.


Hiperesponsif saluran napas, penyempitan saluran napas dan hipersekresi mukosa pada penyandang asma merupakan faktor predisposisi timbulnya komplikasi respirasi selama dan setelah pembedahan. Komplikasi pembedahan pada penyandang asma tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut:
  • beratnya penyakit asma saat pembedahan
  • jenis pembedahan, bedah toraks dan abdomen bagian atas mempunyai risiko lebih tinggi
  • jenis anestesi, risiko lebih tinggi pada anestesi umum dan penggunaan endotracheal tube (ETT) 
Ketiga faktor tersebut dan hasil pemeriksaan spirometri perlu dipertimbangkan untuk menilai tingkat risiko pembedahan pada penyandang asma. Sebaiknya evaluasi penilaian tersebut dilakukan beberapa hari sebelum operasi, untuk memberi kesempatan pengobatan tambahan.

Bila didapatkan nilai VEP1 <80% nilai prediksi atau nilai terbaik pasien tersebut, maka pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran napas. Pada penderita yang mendapatkan kortikosteroid sistemik dalam 6 bulan terakhir, sebaiknya diberikan kortikosteroid sistemik selama operasi yaitu hidrokortison 100 mg atau ekivalennya intravena setiap 8 jam dan segera diturunkan dalam 24 jam setelah pembedahan. Perlu diperhatikan bahwa pemberian kortikosteroid jangka lama dapat menghambat penyembuhan luka.

Pada penyandang asma stabil yang akan menjalani pembedahan, dianjurkan pemberian aminofi;lin infus 4 jam sebelum operasi dan kortikosteroid injeksi 2 jam sebelum pembedahan untuk mencegah terjadinya bronkospasme.

Tidak ada komentar: