Reaksi tuberkulin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau delayed-type hipersensitivity (DTH) berupa indurasi di tempat suntikan pada pejamu yang tersensitisasi. DTH, disebut juga hipersensitivitas tipe IV, merupakan sistem imun yang bekerja berdasarkan imunitas selular. Sesuai dengan namanya DTH merupakan reaksi selular tipe lambat terhadap antigen yang terlokalisisr, biasanya kulit. Individu yang pernah terpajan kuman Mycobacterium tuberculosis (M.tb) atau pernah menerima vaksinasi BCG
akan terbentuk reaksi indurasi eritematous yang khas pada kulit apabila disuntikkan secara intrakutan sejumlah kecil PPD tuberkulin. Individu yang belum pernah terpajan M.tb atau tuberkulin tidak akan memberikan reaksi meskipun disuntikkan secara lokal PPD dengan dosis tinggi.Ini memberi kesan bahwa DTH adalah respons sekunder. Pajanan pertama antigen tidak menyebabkan timbulnya reaksi DTH.
Antigen
Tuberkulin ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1890 dengan tujuan untuk mengobati penyakit TB (Tuberkulosis). Pada tahun 1934 Siebert dan Genn menciptakan pertama kali preparat lebih murni yang disebut PPD. meskipun tuberkulin yang asli masih tersedia, PPD jauh lebih dipercaya dan digunakan secara luas. PPD tuberkulin tersedia dalam tiga kadar, setiap 0,1 ml sediaan mengandung
- 0,00002 mg PPD, disebut 1 tuberculin unit (TU), PPD 1 TU atau first strength
- 0,0001 mg PPD disebut PPD 5 TU atau intermediate strength
- 0,005 mg PPD disebut PPD 250 TU atau second strength

Pada tahun 1958 WHO mengajukan PPD RT-23, dengan dosis baku untuk uji tuberkulin sebesar 2 TU. Antigen dilarutkan dalam cairan yang mengandung Tween 80 untuk menurunkan adsorbsi pada vial atau siring yang terbuat dari gelas.
Mekanisme respons imun
Mekanisme respons imun terhadap uji tuberkulin terdiri atas 3 tahap yaitu sensitisasi, aktivasi dan efektor. Sensitisasi terjadi saat pajanan pertama kali M.tb yang ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag. Makrofag dalam fungsinya sebagai APC akan mempresentasikan potongan M.tb melalui MHC kelas II kepada sel T CD4 (Th). Selanjutnya sebagian sel CD4 berdiferensiasi menjadi subset Th1 (T-DTH/antigen-specific memory T cell).
Tahap aktivasi dimulai ketika pasien mendapatkan pajanan ulang M.tb. Antigen tersebut sudah dikenal pejamu yaitu oleh sel T-DTH memory specific antigen yang selanjutnya akan memproduksi sitokin kemotaksis dan proinflamasi khususnya interferon (IFN) gamma dan interleukin 12 (IL-12).
Reaksi terhadap tuberkulin mulai terjadi 5-6 jam setelah suntikan, menyebabkan indurasi maksimal 48-72 jam kemudian dan menghilang dalam 14 hari. Pada beberapa individu (usia tua atau menjalani uji pertama kali) reaksi puncak mungkin terjadi setelah 72 jam. Reaksi yang lambat seperti itu tidak mengubah interpretasi uji.
Pemberian dan pembacaan uji tuberkulin
![]() |
Pemberian uji tuberkulin |
![]() |
Suntikan salah (subkutan) |
Uji tuberkulin dibaca 48-72 jam setelah suntikan, saat indurasi maksimal. penilaian uji dilakukan dengan pencahayaan yang baik, lengan bawah sedikit fleksi pada siku. Dasar pembacaan adalah ada atau tidaknya indurasi, ditentukan dengan melihat langsung attau dengan palpasi. Diameter indurasi diukur secara transversal terhadap sumbu lengan bawah dan dicacat dalam satuan milimeter. Bila indurasi tidak terjadi dicatat sebagai "0 mm" bukan "negatif". Variabilitas antar pemeriksa bisa diturunkan dengan metode Sokal ball-point untuk mengukur indurasi.
Bacaan terkait:
1. Infeksi TB pada petugas kesehatan, J Respir Indones. 2010;30(2);112-8
2. Interrpretasi uji tuberkulin
3. Tuberkulin PPD RT 23 SSI (2 TU)