Directly-observed treatment
short-course chemotherapy (DOTS) adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan
di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan
tuberkulosis. Kunci utama keberhasilan DOTS adalah keyakinan bahwa penderita TB
meminum obatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan dan tidak lalai atau putus
berobat. Hal tersebut baru
dapat dipastikan bila ada orang lain yang mengawasi saat penderita minum obat.
Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen:
1. Dukungan
politik para pimpinan wilayah di
setiap jenjang, dari tingkat
negara hingga daerah, terhadap program tuberkulosis nasional yang permanen dan
terintegrasi dalam pelayanan kesehatan primer, dengan pimpinan teknis dari
suatu unit pusat. Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah
satu prioritas utama dalam program kesehatan dan akan tersedia dana yang sangat
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS. Selain itu, kepemimpinan
teknis yang efektif membutuhkan tim multidisiplin dan keahlian dalam
perancangan dan penerapan peraturan dan perundangan yang diperlukan untuk
pelaksanaannya.
2. Mikroskop
merupakan komponen utama untuk mendiagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan
dahak penderita tersangka TB. Biakan dapat juga digunakan sebagai alat bantu diagnostik tambahan. Perlu diingat bahwa mikroskop baru berguna bila
ada keahlian dalam menggunakannya (perlu orang yang berpengalaman).
3. Pengawas
menelan obat (PMO) akan ikut mengawasi penderita minum
seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan penderita telah benar
minum obat dan bisa diharapkan akan sembuh pada saat akhir pengobatan. PMO
merupakan orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh penderita maupun petugas
kesehatan. Penderita TB yang dirawat di RS, yang bertindak sebagai PMO
(pengawas minum obat) adalah petugas rumah sakit. Pada penderita yang
berobat jalan, bertindak sebagai PMO
bisa dokter, petugas kesehatan, suami/istri/ keluarga/orang serumah, atau orang
lain seperti kader kesehatan, kader PPTI, kader PKK dll yang memenuhi
persyaratan PMO yaitu bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai
sembuh selama 6 bulan. PMO ditetapkan sebelum pelaksanaan DOT dilakukan, dan
harus hadir di pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelatihan singkat
tentang DOTS.
4. Pencatatan
dan pelaporan merupakan bagian dari sistem surveillance penyakit TB untuk
mendeteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar, akan
bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita, mulai sejak ditegakkan diagnosis TB, pengobatan,
pemeriksaan dahak, pemantauan dan penderita dinyatakan sembuh atau selesai
pengobatan.
5. Paduan
obat jangka pendek yang benar termasuk dosis dan jangka
waktu pengobatan yang tepat, sangat penting dalam keberhasilan pengobatan
penderita. Kelangsungan persediaan obat jangka pendek harus selalu terjamin.
OAT esensial adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
Pengadaan obat-obat tersebut harus harus terintegrasi dalam program obat
esensial. Perencanaan distribusi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang
tepat. Yang paling pentiing adalah tersedianya obat dengan harga terjangkau
atau bebas biaya yang diusahakan Departemen Kesehatan RI dalam bentuk Kombipak,
atau sering dikenal oleh penderita sebagai obat Program.
Penelitian menunjukkan bahwa angka keberhasilan DOTS mencapai 94,5%
atau dengan kata lain hanya 5,5% yang gagal, dibandingkan dengan 21% pada
pemberian OAT sendiri (self-administered treatment). Dari 21% tersebut 29%
menjadi resistensi obat ganda (multi-drug resistant) dibandingkan 16% pada 5,5%
pasien program DOTS yang tidak sembuh. Resistensi ganda ini merupakan masalah
yang serius karena sangat sulit diobati, dengan angka keberhasilan pengobatan
hanya sekitar 50%, sedangkan biaya pengobatan bisa meningkat sampai 100 kali
lipat lebih mahal. Oleh karena itu dukungan politik dan penyuluhan terhadap
penderita dan PMO menjadi sangat penting untuk meyakinkan penderita agar
menjalani DOTS dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar