17 Januari 2013

TUMOR MEDIASTINUM


Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.


Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut agar diagnosis dapat cepat dan akurat.

Limfoma, timoma dan teratoma adalah jenis yang paling sering ditemukan, sebaliknya ada pula jenis
tumor yang jarang ditemukan. Hal itu menyebabkan penatalaksanaan untuk kasus jarang sering masih diperdebatkan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Pada tahun 1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf dan 4,3% limfoma.

DIAGNOSIS
Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat apakah pasien datang dengan
kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran cerna). Pasien yang datang dengan kegawatan napas sering membutuhkan tindakan emergensi atau semiemergensi untuk mengatasi kegawatannya. Akibatnya prosedur diagnostik harus ditunda dahulu sampai masalah kegawatan teratasi. Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai tindakan emergensi tersebut menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel tumor yang dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang tepat.

Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan atau invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat:
-     batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea dan/atau bronkus utama,
-     disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
-   sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
-     suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
-     nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:
-     miastenia gravis mungkin menandakan timoma
-     limfadenopati mungkin menandakan limfoma

Pemeriksaan radiologi
Prosedur radiologi yang bisa dilakukan untuk mendukung diagnosis adalah foto toraks PA dan lateral, tomografi, CT-scan toraks dengan kontras, fluoroskopi, ekokardiografi, angiografi, esofagografi, USG, MRI dan kedokteran nuklir.

Pemeriksaan endoskopi
-  Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer.
-     Pemerikasaan endoskopi lainnya adalah mediastinokopi, esofagoskopi dan torakoskopi diagnostik.

Pemeriksaan patologi anatomik
Beberapa tindakan perlu dilakukan untuk menentukan jenis tumor, yaitu pemeriksaan sitologi dan histologi. Bahan pemeriksaan sitologi didapatkan dengan cara biopsi jarum halus, pungsi pleura, bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi jarum dan biopsi transtorakal. Sedang bahan pemeriksaan histologi didapatkan dengan cara biopsi KGB (kelenjar getah bening), biopsi Daniel, biopsi mediastinal, biopsi eksisi pada massa tumor yang besar dan torakoskopi diagnostik.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum jinak adalah pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi selama dan setelah pengobatan.
Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum adalah multimodaliti meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan.
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan saturasi O2 darah arteri harus >90%.
Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah Hb > 10 gr%, leukosit > 4.000/dl, trombosit >100.000/dl, tampilan (performance status) >70 Karnofsky.
Pada setiap kasus timoma, sebelum bedah harus terlebih dahulu dicari tanda miestenia gravis atau myestenic reaction. Apabila sebelum tindakan bedah ditemukan maka dilakukan terlebih dahulu plasmaferesis dengan tujuan mencuci antibody pada plasma darah penderita, paling cepat seminggu
sebelum operasi. Kesan yang menampakkan myesthenic reaction sebelum pembedahan harus terlebih dahulu diobati sebagai miestenia gravis.

EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan memberikan siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi radiasi (1000 cGy). Evaluasi untuk respons terapi dilakukan setelah pemberian 2 siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ke-3 atau setelah radiasi 10 fraksi (200 cGy) dengan CT scan atau foto toraks. Jika ada respons sebagian (partial respons atau PR) atau stable disease (SD), kemoterapi dan radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan dihentikan bila terjadi progressive disease (PD).

Tidak ada komentar: