1 Januari 2013

SESAK NAPAS, salah satu keluhan tersering gangguan respirasi

Selain batuk, gangguan respirasi yang juga sering terjadi adalah sesak napas. Sesak napas atau dispnea adalah istilah untuk sensasi seseorang yang mengeluh rasa tidak enak atau tidak nyaman saat bernafas. Dispnea mempunyai banyak definisi seperti perasaan sukar bernafas, sulit bernafas, tidak nyaman, sedikit bernafas atau kekurangan udara. Sesak yang diungkapkan seseorang biasanya terlihat secara fisik tapi bisa juga hanya sebagai ungkapan perasaan. Sesak merupakan hasil interaksi antara faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan yang dapat menginduksi respons fisiologi serta perilaku.

Mekanisme dispnea
Pemahaman tentang keluhan dispnea cukup sulit, tidak satupun terminologi yang tepat untuk menggambarkan keterbatasan fisiologik pada dispnea. Dispnea merupakan interaksi berbagai sinyal dan reseptor dealam sistem saraf otonom, korteks motorik dan reseptor di saluran napas atas, paru dan dinding dada. Kompleks pernapasan pada batang otak diaktifkan oleh input aferen dari berbagai reseptor, emosi, latihan, paru, saluran napas dan dinding dada. Input aferen ini dipersepsikan sebagai dispnea oleh korteks sensorik primer pada otak. Informasi aferen dari reseptor saluran napas, paru dan dinding dada umumnya melalui batang otak sebelum mencapai korteks sensorik namun ada kemungkinan informasi  tadi langsung ke korteks sensorik melalui  mekanisme yang belum diketahui. Emosi, kognitif dan perilaku langsung mempengaruhi pusat dispnea pada otak.
Komponen yang dapat menyebabkan dispnea yaitu stimulasi kemoreseptor, latihan, emosi, kondisi paru, saluran napas, dinding dada, kognitif dan perilaku. Sensasi usaha bernafas (sense of respiratory effort) berasal dari batang otak menuju korteks sensorik primer selanjutnya menuju korteks motorik primer. Sinyal tersebut kemudian diteruskan ke otot-otot ventilasi sehingga dinding dada mengembang, paru inflasi dan dan terjadi inspirasi.

Kemoreseptor adalah suatu reseptor yang berespons  terhadap perubahan komposisi kimia darah atau cairan lain di sekitarnya. Faktor kimia yang berperan dalam menentukan besarnya ventilasi (pernapasan) yaitu tekanan parsia karbondioksida (pCO2) , tekanan parsial oksigen (pO2) dan konsentrasi ion Hidrogen (H+) darah arteri. Kemoreseptor terdiri atas kemoreseptor sentral yang memonitor konsentrasi H+ cairan serebrospinalis dan kemoreseptor perifer yang sensitive terhadap penurunan O2 darah arteri. Perubahan pCO2 dan pO2 dirasakan oleh kemoreseptor sentral di medulla dan oleh kemoreseptor perifen di aorta dan arteri carotis. Sinyal dari kemoreseptor dikirim kembali ke pusat pernapasan di batang otak yang mengatur pernapasan untuk mempertahankan homeostasis (keseimbangan) gas darah dan asam basa.

Hiperkapnia berarti jumlah CO2 yang berlebihan dalam tubuh dan dapat menjadi penyebab dispnea. Hiperkapnia secara reflex merangsang pusat pernapasan serta menyebabkan peningkatan ventilasi yang mendorong eliminasi kelebihan CO2 ke atmosfer. Hiperkapnia menyebabkan dispnea tanpa peningkatan aktivitas otot pernapasan. Baik subjek normal maupun pasien dengan penyakit paru menjadi sesak ketika CO2 ditambahkan pada gas yang mereka hirup, tidak jelas bagaimana hubungan hiperkapnia dengan sesak napas pada pasien tersebut. Pengaruh CO2terhadap dispnea terjadi karena perubahan pH pada tingkat kemoreseptor pusat.

Hipoksia berarti kekurangan oksigen, akan menyebabkan dispnea. Dalam beberapa penelitian, subjek normal selama latihan menjadi sesak saat menghirup gas hipoksik, sebaliknya sesak lebih berkurang dengan menghirup oksigen 100% disbanding menghirup udara biasa. Namun pada penelitian lain mendapatkan beberapa penderita hipoksia tidak mengalami dispnea dan banyak penderita dengan dispnea yang tidak hipoksia, juga ditemukan hanya sedikit pengurangan sesak pada hipoksia yang dikoreksi.

Mekanoreseptor  adalah reseptor yang berespons terhadap perubahan mekanik. Reseptor ini terdapat pada saluran napas atas, paru dan dinding dada. Reseptor iritan pada epitel saluran napas menyebabkan terjadinya bronkokontriksi dan bertanggung jawab terhadap perubahan mekanik dan dan rangsang kimia. Reseptor iritan diaktifkan oleh rangsangan yang melewati saluran napas seperti asap rokok, inhalasi debu udara dingin dan gas berbahaya. Reseptor iritan ini berperan pada bronkokonstriksi serangan asma. Mekanoreseptor sensitive terhadap perubahan bentuk saluran napas atau perubahan tekanan transmural. Reseptor tersebut akan mengirimkan informasi, melintasi dinding saluran napas,  yang menyebabkan dispnea. Mekanoreseptor di sendi, tendon dan otot dada mengirim informasi ke otak dalam membentuk sensasi pernapasan. Penambahan beban pernapasan eksternal diduga berperan penting dalam menyebabkan sensasi dispnea. 

Afferent mismatch adalah teori ketidakimbangan antara panjang dan keregangan yang dapat menyebabkan dispnea. Berdasarkan teori ini, dispnea terjadi karena gangguan terhadap hubungan antara kekuatan yang dihasilkan oleh otot pernapasan dengan perubahan panjang otot dan volume paru yang dihasilkan. Fenomena saerupa terjadi pada pasien yang memakai ventilasi mekanik, dispnea terjadi karena sistem ventilator yang dipilih oleh dokter mungkin tidak sesuai dengan keinginan pasien.

Exercise (latihan) bisa menyebabkan dispnea, ditunjukkan dengan peningkatan ventilasi. Factor yang berperan meningkatkan ventilasi selama latihan adalah perubahan kimiawi dalam cairan tubuh selama latihan termasuk peningkatan CO2, peningkatan H+ dan pewnurunan O2. Gerakan tubuh selama latihan terutama lengan dan tungkai meningkatkan ventilasi paru dengan cara merangsang mekanoreseptor sendi  dan otot, selanjutnya menjalarkan informasi aferen ke pusat pernapasan. Hipoksia yang terjadi dalam otot selama latihan menghasilkan sinyal aferen ke pusat pernapasan sehingga juga merangsang pernapasan. Peningkatan ventilasi tersebut suatu saat akan menyebabkan individu mulai merasakan bernapas pendek sehingga dapat dikatakan sesak meningkat secara proporsional dengan peningkatan ventilasi. 

Persepsi sensasi dispnea bisa dimodifikasi oleh sistem saraf pusat yang lebih tinggi sehingga status emosional, pengalaman sebelumnya dan fungsi kogniif individu mempengaruhi pengalaman dispnea seseorang. Penelitian terbaru mendukung bahwa intensitas dispnea dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya.

Artikel yang berhubungan:
  1. Kategori penyakit penyebab dispnea
  2. Pengukuran derajat dispnea
  3. Penanganan dispnea

Tidak ada komentar: