Selain batuk, gangguan respirasi yang juga sering terjadi adalah sesak napas. Sesak napas atau dispnea adalah istilah untuk sensasi seseorang yang mengeluh
rasa tidak enak atau tidak nyaman saat bernafas. Dispnea mempunyai banyak
definisi seperti perasaan sukar bernafas, sulit bernafas, tidak nyaman, sedikit
bernafas atau kekurangan udara. Sesak yang diungkapkan seseorang biasanya
terlihat secara fisik tapi bisa juga hanya sebagai ungkapan perasaan. Sesak
merupakan hasil interaksi antara faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan yang dapat menginduksi respons fisiologi serta perilaku.
Mekanisme dispnea
Pemahaman tentang keluhan dispnea cukup sulit, tidak satupun terminologi yang tepat untuk menggambarkan keterbatasan fisiologik pada dispnea. Dispnea merupakan interaksi berbagai sinyal dan reseptor dealam sistem saraf otonom, korteks motorik dan reseptor di saluran napas atas, paru dan dinding dada. Kompleks pernapasan pada batang otak diaktifkan oleh input aferen dari berbagai reseptor, emosi, latihan, paru, saluran napas dan dinding dada. Input aferen ini dipersepsikan sebagai dispnea oleh korteks sensorik primer pada otak. Informasi aferen dari reseptor saluran napas, paru dan dinding dada umumnya melalui batang otak sebelum mencapai korteks sensorik namun ada kemungkinan informasi tadi langsung ke korteks sensorik melalui mekanisme yang belum diketahui. Emosi, kognitif dan perilaku langsung mempengaruhi pusat dispnea pada otak.
Pemahaman tentang keluhan dispnea cukup sulit, tidak satupun terminologi yang tepat untuk menggambarkan keterbatasan fisiologik pada dispnea. Dispnea merupakan interaksi berbagai sinyal dan reseptor dealam sistem saraf otonom, korteks motorik dan reseptor di saluran napas atas, paru dan dinding dada. Kompleks pernapasan pada batang otak diaktifkan oleh input aferen dari berbagai reseptor, emosi, latihan, paru, saluran napas dan dinding dada. Input aferen ini dipersepsikan sebagai dispnea oleh korteks sensorik primer pada otak. Informasi aferen dari reseptor saluran napas, paru dan dinding dada umumnya melalui batang otak sebelum mencapai korteks sensorik namun ada kemungkinan informasi tadi langsung ke korteks sensorik melalui mekanisme yang belum diketahui. Emosi, kognitif dan perilaku langsung mempengaruhi pusat dispnea pada otak.
Komponen yang dapat menyebabkan dispnea yaitu stimulasi
kemoreseptor, latihan, emosi, kondisi paru, saluran napas, dinding dada,
kognitif dan perilaku. Sensasi usaha bernafas (sense of respiratory effort)
berasal dari batang otak menuju korteks sensorik primer selanjutnya menuju
korteks motorik primer. Sinyal tersebut kemudian diteruskan ke otot-otot
ventilasi sehingga dinding dada mengembang, paru inflasi dan dan terjadi
inspirasi.
Kemoreseptor
adalah suatu reseptor yang berespons
terhadap perubahan komposisi kimia darah atau cairan lain di sekitarnya.
Faktor kimia yang berperan dalam menentukan besarnya ventilasi (pernapasan)
yaitu tekanan parsia karbondioksida (pCO2) , tekanan parsial oksigen
(pO2) dan konsentrasi ion Hidrogen (H+) darah arteri.
Kemoreseptor terdiri atas kemoreseptor sentral yang memonitor konsentrasi H+
cairan serebrospinalis dan kemoreseptor perifer yang sensitive terhadap
penurunan O2 darah arteri. Perubahan pCO2 dan pO2
dirasakan oleh kemoreseptor sentral di medulla dan oleh kemoreseptor perifen di
aorta dan arteri carotis. Sinyal dari kemoreseptor dikirim kembali ke pusat
pernapasan di batang otak yang mengatur pernapasan untuk mempertahankan
homeostasis (keseimbangan) gas darah dan asam basa.
Hiperkapnia berarti
jumlah CO2 yang berlebihan dalam tubuh dan dapat menjadi penyebab
dispnea. Hiperkapnia secara reflex merangsang pusat pernapasan serta
menyebabkan peningkatan ventilasi yang mendorong eliminasi kelebihan CO2
ke atmosfer. Hiperkapnia menyebabkan dispnea tanpa peningkatan aktivitas otot
pernapasan. Baik subjek normal maupun pasien dengan penyakit paru menjadi sesak
ketika CO2 ditambahkan pada gas yang mereka hirup, tidak jelas
bagaimana hubungan hiperkapnia dengan sesak napas pada pasien tersebut.
Pengaruh CO2terhadap dispnea terjadi karena perubahan pH pada
tingkat kemoreseptor pusat.
Hipoksia berarti
kekurangan oksigen, akan menyebabkan dispnea. Dalam beberapa penelitian, subjek
normal selama latihan menjadi sesak saat menghirup gas hipoksik, sebaliknya
sesak lebih berkurang dengan menghirup oksigen 100% disbanding menghirup udara
biasa. Namun pada penelitian lain mendapatkan beberapa penderita hipoksia tidak
mengalami dispnea dan banyak penderita dengan dispnea yang tidak hipoksia, juga
ditemukan hanya sedikit pengurangan sesak pada hipoksia yang dikoreksi.
Mekanoreseptor adalah reseptor yang berespons terhadap
perubahan mekanik. Reseptor ini terdapat pada saluran napas atas, paru dan
dinding dada. Reseptor iritan pada epitel saluran napas menyebabkan terjadinya
bronkokontriksi dan bertanggung jawab terhadap perubahan mekanik dan dan
rangsang kimia. Reseptor iritan diaktifkan oleh rangsangan yang melewati
saluran napas seperti asap rokok, inhalasi debu udara dingin dan gas berbahaya.
Reseptor iritan ini berperan pada bronkokonstriksi serangan asma.
Mekanoreseptor sensitive terhadap perubahan bentuk saluran napas atau perubahan
tekanan transmural. Reseptor tersebut akan mengirimkan informasi, melintasi
dinding saluran napas, yang menyebabkan
dispnea. Mekanoreseptor di sendi, tendon dan otot dada mengirim informasi ke
otak dalam membentuk sensasi pernapasan. Penambahan beban pernapasan eksternal
diduga berperan penting dalam menyebabkan sensasi dispnea.
Afferent mismatch adalah
teori ketidakimbangan antara panjang
dan keregangan yang dapat menyebabkan dispnea. Berdasarkan teori ini, dispnea
terjadi karena gangguan terhadap hubungan antara kekuatan yang dihasilkan oleh
otot pernapasan dengan perubahan panjang otot dan volume paru yang dihasilkan.
Fenomena saerupa terjadi pada pasien yang memakai ventilasi mekanik, dispnea
terjadi karena sistem ventilator yang dipilih oleh dokter mungkin tidak sesuai
dengan keinginan pasien.
Exercise (latihan)
bisa menyebabkan dispnea, ditunjukkan dengan peningkatan ventilasi. Factor yang
berperan meningkatkan ventilasi selama latihan adalah perubahan kimiawi dalam
cairan tubuh selama latihan termasuk peningkatan CO2, peningkatan H+
dan pewnurunan O2. Gerakan tubuh selama latihan terutama lengan dan
tungkai meningkatkan ventilasi paru dengan cara merangsang mekanoreseptor
sendi dan otot, selanjutnya menjalarkan
informasi aferen ke pusat pernapasan. Hipoksia yang terjadi dalam otot selama
latihan menghasilkan sinyal aferen ke pusat pernapasan sehingga juga merangsang
pernapasan. Peningkatan ventilasi tersebut suatu saat akan menyebabkan individu
mulai merasakan bernapas pendek sehingga dapat dikatakan sesak meningkat secara
proporsional dengan peningkatan ventilasi.
Persepsi sensasi
dispnea bisa dimodifikasi oleh sistem saraf pusat yang lebih tinggi sehingga
status emosional, pengalaman sebelumnya dan fungsi kogniif individu
mempengaruhi pengalaman dispnea seseorang. Penelitian terbaru mendukung bahwa
intensitas dispnea dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya.
Artikel yang berhubungan:
Artikel yang berhubungan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar